Hal Baru
Saturday, July 24, 2021
Anak-anak sedang serius, tak seperti biasanya. Mereka sedang
terheran-heran melihat televisi. Mereka menatap sinis. Wajar saja listrik baru
saja masuk. Jadi teknologi yang membutuhkan daya listrik mulai bermunculan.
Sebelumnya semua informasi hanya bisa didengarkan lewat radio. Kali ini ada
gambar dan suara. Lengkap sudah. Ramai sekali, saling berdesakan, terpaksa anak-anak
harus mengalah. Kalangan orangtua tak mau mengalah. Rasa ingin tahu mereka
sangat tinggi. Sesekali ingin menyentuh, seketika pula tangan terpental terkena
pukulan kertas. Penjaga melarang, tak boleh disentuh. Terbilang kuno dan inilah
hakikat dari Negeri Dongeng.
Tak terasa sudah berjam-jam berkerumun, tak ada yang capek sepertinya.
Dari kejauhan datang seseorang berpakaian mewah, badannya agak gemuk, bau
parfumnya semerbak menusuk hidung. Intonasi suara mengurang, kerumunan terdiam.
Kerumunan orang terbelah menjadi dua, orang itu berjalan tepat ditengah. Sang
penjaga televisi pun merunduk tanda hormat padanya. Dari tampangnya, sepertinya
ia adalah orang yang sombong. Tanpa banyak bicara, langsung saja mematikan
televisi yang dari tadi menyala. Penonton kecewa, menghembus nafas pelan.
Penjaga tanggap memberikan kursi. Sambil duduk ia menatap sinis masyarakat.
Selang beberapa detik ia tersenyum.
Kantongnya bergetar terdengar suara berdering. Masyarakat kembali kaget,
menatap serius. Seketika ia mengeluarkan benda tersebut, bentuknya persegi
panjang dengan warna dasar putih. Tertawa dan sesekali tersenyum sendiri,
masyarakat heran. Benda asing apa lagi ini. Ternyata itu adalah handphone, benda
yang kini menjadi tontonan warga. Ia berhenti berbicara lalu kembali menatap.
Masyarakat bertanya-tanya. Kemudian ia mulai berbicara bahasanya tak dimengerti. Penjaga pun menjadi penerjemah, ternyata ia bule yang
kebetulan ingin menyumbangkan televisi juga berniat mengembangkan teknologi
komunikasi di Negeri Dongeng, jelas penjaga. Masyarakat
tersenyum mendengar kabar baik, mereka bersorak riang.
Akhirnya setelah sekian lama menunggu, orang baik datang juga. Melihat
ekspresi masyarakat, ia juga tersenyum seakan mengerti apa yang di rasakan. Ia
telah lama mencari daerah seperti Negeri Dongeng, memiliki banyak potensi tapi
kekurangan teknologi. Sebentar lagi kabel-kabel akan melintas dari rumah ke
rumah. Listrik bukan hanya untuk lampu sekarang, benda bernama televisi akan
menemani hari-hari mereka. Mungkin beberapa bulan lagi, surat sudah tak
diperlukan. Akan tergantikan dengan peran benda bernama handphone yang
super canggih. Sepertinya Negeri Dongeng akan menjadi daerah modern seperti
negeri besar lainnya.
Pembangunan besar-besaran pun dimulai. Sesuai tradisi, masyarakat pun ikut
berkecimpung. Tak ada pekerja dari luar. Semuanya asli penduduk Negeri Dongeng. Saat ini masyarakat
akan membangun menara sinyal. Tidak seperti menara-menara yang terbuat dari
kayu, kali ini akan terbuat dari besi. Besinya didatangkan langsung dari Negeri
Modern. Wajar saja semua pabrik industri berpusat di sana. Untuk menyambungkan
besi satu dengan lainnya pun harus menggunakan teknologi las, bukan hanya
bermodal paku dan palu. Masyarakat Negeri Dongeng terheran. Ini adalah hal baru
maka dari itu perlu adanya pengajaran intensif tentang tata cara las. Si bule mulai
beraksi. Memakai kacamata lalu memegang mesin las. Percikan cahaya keluar saat
proses penyatuan besi berlangsung. Masyarakat berdecak kagum.
“Wah.., besar sekali kembang apinya.”
“Iya, cahayanya juga tahan lama.”
Anak-anak mulai mendekat. Sepertinya mereka melihat permainan baru kali
ini, lebih heboh dari kembang api dan meriam bambu. Cahayanya terang.
Masyarakat mulai mengerti, tanpa rasa takut satu-satu memegang mesin las,
jumlahnya banyak. Percikan cahaya semakin banyak, anak-anak berteriak histeris
tak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Para orangtua sudah lancar, proses pembangunan menara pun dilakukan.
Satu demi satu besi disambungkan lalu diperkuat menggunakan paku khusus.
Anak-anak diminta menjauh dari lokasi pembangunan. Tak peduli, ini hal baru
untuk mereka. Rasa ingin tahu sudah mengalahkan segalanya. Selang waktu, besi
pun sudah tersambung separuh, sekarang fokus pada penggalian pondasi. Rencanannya
menara dengan tinggi lima puluh meter akan berdiri di tengah hutan tak jauh
dari perumahan warga. Untuk itu, pondasi pun harus dalam agar menara bisa
berdiri dengan kokoh.
Lain halnya dengan para Ibu mereka tak tertarik dengan teknologi canggih.
Hanya sedikit saja yang pergi melihatnya yang lain fokus menyiapkan makanan.
Hidangan teh hangat bersama pisang goreng menghangatkan suasana. Semangat kerja
semakin menggebu. Sudah cukup lama dan akhirnya pekerjaan tuntas. Bule itu
berterima kasih pada masyarakat atas bantuan yang telah diberikan. Pendirian
menara akan dikerjakan oleh alat berat, kira-kira seminggu lagi alat akan tiba.
Mustahil untuk mendirikan menara dengan tinggi lima puluh meter menggunakan tenaga
manusia. Meskipun besi terbilang ringan, tetap saja akan sulit.
Seperti biasanya, bule sebagai seorang tamu dijamu dengan makanan khas. Ia
terkesima melihat banyaknya hidangan. Satu persatu dicoba, sesekali menaikkan
alisnya, ia menikmati sekali. Makannya sangat lahap. Saat ini makanan hanya boleh
disentuh oleh kalangan orangtua saja, anak-anak belum boleh. Tak ambil pusing
anak-anak masih tetap bermain di pasir. Membangun miniatur istana, ada juga
yang menanam diri. Orangtua sudah kekenyangan, jamuan telah selesai. Para gadis
lincah mengambil satu persatu piring kotor lalu mencucinya. Anak-anak sudah
lelah bermain, mereka lapar. Tak ada sesal, apapun yang masih tersisa akan
dimakan bersama. Bule tertawa melihat tingkah laku mereka, sangat lucu.
Miris sebenarnya melihat keadaan Negeri Dongeng. Disaat semua negeri telah mendapatkan akses teknologi dan informasi, Negeri Dongeng masih saja berkutat dengan surat dan radio. Meskipun tak ada protes, tetap saja hal ini seharusnya menjadi perhatian. Semua orang memiliki hak yang sama, semua orang butuh teknologi. Jangan hanya berfokus pada pembangunan negeri-negeri besar, sedangkan negeri kecil terlupakan. Perlu adanya pemerataan dan keseimbangan dalam pembangunan. Untung saja ada orang baik yang menawarkan pengembangan teknologi, tanpa pikir panjang, mereka menerima. Di satu sisi keterbatasan teknologi membawa dampak positif bagi Negeri Dongeng. Suasana silaturahim masih sangat erat terasa. Untuk menanyakan sesuatu ataupun menyelesaikan masalah masyarakat membuat pertemuan untuk menyatukan persepsi.
Tak seperti di negeri yang teknologinya sudah maju, silaturahim
terasa minim. Mereka lebih memilih berinteraksi lewat dunia maya daripada dunia
nyata. Alhasil saat bertemu waktu sejam dua jam hanya akan digunakan untuk
menatap gawai sambil sesekali tertawa. Tentu hal ini tidak diinginkan.
Interaksi sosial sangat perlu, tanpa sosialisasi salah paham akan mudah sekali
tumbuh.
Potensi konflik di Negeri Dongeng sudah tidak separah dulu. Semenjak para
pemabuk dan pecandu narkoba mulai di penjarakan. Juga saat masyarakat mengadakan
perkumpulan setiap minggunya. Didalamnya semua keluh kesah dikatakan, tak ada
yang disembunyikan. Perkumpulan bertujuan
untuk menemukan kepentingan bersama dan mencari akar permasalahan. Semoga saja
dengan pengembangan teknologi silaturahim antar masyarakat tidak luntur.
Menara pun berdiri tegak. Masyarakat menatap bangga juga kagum. Tak ada
lagi ketakutan akan surat yang tak terkirim. Tak ada lagi keluhan tentang
baterai radio yang habis. Kabel-kabel akan melintas diatas setiap rumah. Tak ada lagi kendala komunikasi jarak jauh, gawai datang sebagai solusi. Televisi akan ditaruh di tempat perkumpulan. Kali ini tak hanya poster, masyarakat sudah bisa melihat pertandingan bola
beserta pemain idola mereka secara riil.
1 komentar
Yeee!
ReplyDelete