Sepakbola G(K)enangan
Monday, October 04, 2021
Kau tahu dampak dari datangya musim penghujan di Negeri Dongeng? Sepakbola akan terhenti. Sawah-sawah dan empang akan terisi kembali. Tentunya anak-anak harus memutar otak mencari opsi bermain yang lain.
Awan
hitam terlihat mulai menyaput langit. Kilat mulai berkilau. Guntur bergemuruh.
Tak ada yang keluar rumah, semuanya takut. Menurut mitos yang beredar. Bilamana musim penghujan telah tiba jangan pernah menggunakan baju merah, katanya petir
ataupun kilat suka dengan baju merah. Entahlah, mitos ataupun nyata tak
berpengaruh di Negeri Dongeng. Kebiasaan lama sudah lama mereka tinggalkan.
Masyarakat paham bahwa hal seperti itu tak akan membawa berkah.
Hujan tidak begitu lebat, sedari tadi hanya sedikit rintik yang turun.
Biasanya bapak-bapak akan cemas dengan keadaan perahu di dermaga, takut terbawa
ombak. Kali ini tidak sama sekali. Tidak dengan Ibu, sampai kapanpun hujan akan
tetap menjadi musuh besar. Jemuran yang belum kering akan diangkat paksa untuk
menghindari basah yang berlebih. Sungguh mulia mereka, semua pekerjaan rumah
dikerjakan sendiri. Mulai dari mencuci, memasak, hingga mengasuh anak. Sungguh
mulia wanita bergelar Ibu.
Sedih rasanya melihat lapangan bola terendam air. Sebentar lagi diatasnya
akan tumbuh padi juga sebagian dijadikan empang. Tapi sungai merupakan
alternatif kedua. Hujan yang berkepanjangan akan membuat sungai terisi kembali.
Alhasil, tak ada yang perlu disesali, dibalik sebuah masalah Tuhan pasti
memberikan solusi, dan anak-anak yakin akan hal itu. Rintik semakin banyak,
atap-atap rumah mulai berbunyi. Bau debu mulai tercium. Kali ini anak-anak
tidak keliaran, mereka menatap rintik hujan dari balik jendela. Indah sekali.
Ada yang bilang bahwa hujan adalah pembawa kenangan. Memori-memori yang
dulu akan teringat kembali saat hujan. Banyak orang yang bisa melupakan, tapi
tidak saat hujan. Tak ada kenangan yang begitu berharga bagi anak-anak, mereka
belum cukup dewasa untuk itu. Belum berpisah, belum berkelana kemanapun. Lantas
apa yang harus diingat? Hari-hari mereka hanya untuk bermain bola, berenang,
dan kegiatan seru lainnya. Tak ada putus cinta. Di Negeri Dongeng masyarakat
sangat membatasi hubungan lelaki dan wanita. Bagi yang belum menikah tidak
diperbolehkan untuk berkumpul satu tempat tanpa ada perantara. Saat pengajian,
mesjid akan dibagi menjadi dua bagian dan terhalang oleh kain pembatas.
Masyarakat tahu bahwa generasi muda yang belum menikah sangat rentan sekali
dengan maksiat. Untuk perempuan sangat tidak dianjurkan sekali untuk keluar
rumah, mungkin hanya pada saat tertentu saja. Misalnya pengajian, perlombaan,
dan sekolah.
Anak-anak masih menetap tak bergerak. Masing-masing sudah terbang dalam
alam khayal. Memikirkan masa depan. Bagaimana bisa melanjutkan pendidikan sedang
ijazah tak kunjung datang? Bagaimana bisa menggapai cita-cita sedang pendidikan
saja tak jelas? Terkadang anak-anak juga kecewa sekaligus putus asa.
Seperti tak punya masa depan. Saat sudah beranjak dewasa hanya akan menjadi nelayan ataupun petani. Bagi kaum perempuan hanya akan pasrah menunggu
datangya lamaran.
Tak ada salahnya jadi nelayan dan petani, mereka hanya takut akan menjadi pemabuk dan
penjudi seperti yang mereka lihat. Tak ada salahnya menjadi Ibu rumah tangga,
mereka hanya takut kelak pendidikan akan apa yang akan diberikan pada anaknya.
Hanya itu saja, tak berlebihan. Kekecewaan dan putus asa hanya di ungkapkan
dengan air mata. Tidak ada akan pernah ditemukan remaja gantung diri
karena stress, minum racun, juga membunuh orang karena frustasi. Tindakan
bodoh hanya dikerjakan oleh orang bodoh. Seseorang yang mengerti betul tentang nilai hidupnya tak akan bertindak bodoh. Tak berguna sedikitpun, hanya akan
menejerumuskannya kedalam durjana. Manusia diciptakan dengan segala
kesempurnaan oleh Tuhan. Dipercayakan untuk memiliki hawa nafsu, diberi gelar khalifah
di atas bumi.
Sepertinya hujan akan turun lebat membasahi Negeri Dongeng. Mungkin saja
ia rindu, sudah sekian lama tak berjumpa. Anak-anak pun sedari tadi tetap
berkhayal. Sejenak tersenyum, secangkir teh yang dihidangkan langsung
dihabiskan. Selimut yang dari tadi menghangatkan lekas dilipat. Ternyata
senyuman tadi adalah pertanda awal dimulainya rencana. Tanpa minta izin, orangtua
sudah tahu. Berlari di bawah hujan tanpa takut petir. Keliling masing-masing
rumah, saling memanggil. Kali ini anak-anak akan berkumpul di sawah. Tak peduli
lagi dengan hujan. Sampai kapan hujan akan mengurung mereka? Time to shine!
Seperti biasa, tanpa baju juga alas kaki. Berlomba siapa yang paling dulu
sampai ke sawah. Tak lupa satu orang yang bertugas membawa bola. Mungkin ini
merupakan upacara perpisahan dengan lapangan bola. Gawang masih berdiri kokoh, garis lapangan
mulai menghilang terkikis air hujan. Bukan masalah besar, bola dilemparkan
keatas, dalam hitungan tiga permainan dimulai. Teriakan tak terdengar
kencang karena hujan. Suara mengecil. Bola juga tak berjalan mulus, lumpur
terkadang menghentikan lajunya. Tetap saja asik. Orang-orang yang bermain bola
dilapangan beratap tak akan pernah bisa merasakan kenikmatan bermain bola di
bawah rintik hujan. Tertawa riang, semuanya akan indah jika bersama. Bermain
bola itu harus dan hujan itu bonus, seperti itulah persepsi anak-anak Negeri
Dongeng.
Teriakan demi teriakan bergema, meski tanpa penonton. Ada sensasi yang
berbeda dengan hujan dan bola. Satu tendangan bola melepaskan satu masalah.
Maka dari itu, anak-anak berebut bola. Saling mengejar tak ada yang mau kalah.
Khayalan buruk tentang masa depan hilang jauh entah kemana. Tak tahu kapan akan datang lagi.
Sejenak melupakan, anak-anak tanpa henti bermain bola. Tak ada batas waktu,
semuanya tergantung pada kondisi fisik. Jika badan sudah mulai terasa dingin, barulah
permainan selesai.
“Kalian tahu, hal seperti inilah yang akan kita ingat nanti. Saat-saat
tertawa dan bermain bersama.” Tukas seorang anak.
“Yah begitulah, maka dari itu jangan pernah sia-siakan momen ini!!!” Seru
teman-temannya.
Ini adalah momen berharga, karena itu harus dijaga. Mungkin suatu saat
nanti lapangan, bola, dan hujanlah yang dikhayalkan. Kenangan saat berlari
bersama, saat menendang bola hingga jatuh, juga kenangan konyol saat terpeleset
ketika mencoba mengejar bola. Semua inilah yang akan menjadi tangisan juga
senyuman saat sendiri. Teman-teman yang kini bersama tak tahu kapan akan
berpisah. Entah kapan hujan berhenti, bola akan tetap bergulir
berpindah-pindah kaki.
0 komentar